Cerita-cerita Keberagaman dari Maumere adalah program lanjutan dari perjumpaan Komunitas KAHE dengan masyarakat di kampung Wuring, dalam ruang lingkup dan perspektif yang lebih luas. Salah satu yang diusahakan dalam program ini adalah sebuah ruang temu (learning encounter) yang terbuka untuk melangsungkan percakapan antar warga, dari ragam latar belakang sosial, budaya dan agama khususnya pemuda, komunitas kreatif, kelompok LGBT, kampus, lembaga non pemerintah, serta media.
Awalnya, bentuk yang dibayangkan dari ruang temu ini amat sederhana: sebuah grup Whatsapp (WA). Dalam praktiknya, antusiasme para partisipan yang diajak terlibat dalam ruang temu ini begitu tinggi. Dari grup WA, lantas berbuah pertemuan demi pertemuan fisik yang penuh gairah dan menyenangkan. Beberapa kelompok yang terlibat antara lain Komunitas KAHE, BEM IFTK Ledalero, Campus Ministry Ledalero, Humanitas, Teater Aletheia, Perwakas, Fajar Sikka, Paris Gank, LBH Nusra, HMI, Nipart dan beberapa wartawan, mahasiswa, serta dosen. Atas kesepakatan bersama, grup ini diberi nama Platform Cerita-cerita Keberagaman dari Maumere.
Platform Cerita-cerita Keberagaman dari Maumere memulai aktivitasnya dengan kunjungan rutin antar komunitas. Ada empat kunjungan komunitas yang dilakukan selama sebulan yaitu kunjungan ke Kampung Wuring, biara frater Serikat Sabda Allah (SVD) Unit St. Yoseph Freinademetz, Rumah Bunda Vera Cruz (Ketua Perwakas) yang sering menjadi titik kumpul teman-teman Perwakas, dan kantor redaksi Ekora NTT.
Tulisan ini bercerita tentang dua dari empat aktivitas yang seluruhnya berlangsung selama kurang lebih empat minggu itu.
Bakti Sosial di Kampung Wuring
Kunjungan komunitas yang pertama berlangsung pada Sabtu, 21/01/2023 di Kampung Wuring. Para anggota Platform Cerita-cerita Keberagaman dari Maumere mengunjungi Wahida dan Haji Mona. Wahida adalah transpuan yang mengabdikan dirinya sebagai kader posyandu sejak tahun 1998 hingga saat ini. Sementara, Haji Mona adalah ketua pertama Perwakas yang saat ini menjabat ketua salah satu ketua RT di Kampung Wuring.
Sejak awal, ketika rencana kunjungan ini pertama kali disampaikan, Wahida dengan segera mengajak seluruh partisipan terlibat dalam bakti sosial pembersihan kampung. Bakti sosial pembersihan kampung adalah kegiatan rutin yang ia buat bersama ibu-ibu kader posyandu.
Ketika tiba hari kunjungan, semua partisipan membawa perlengkapan kerja masing-masing. Bakti sosial pembersihan kampung dimulai dari area masjid Ar-Rahmat hingga pasar. Setelah seluruh area yang disasar kelar dibersihkan, para partisipan berarak ke kediaman Wahida. Di sana, ibu-ibu kader posyandu sigap menyediakan minuman dan aneka cemilan khas Bugis dan Bajo untuk menemani istirahat juga bincang-bincang lepas.
Dalam suasana yang santai dan akrab, Wahida menceritakan pengalamanya selama menjadi kader posyandu. Baginya, perannya sebagai kader membuka banyak hal yang terus ia hidupi hingga saat ini. Lewat perannya sebagai kader, ia bersosialisasi dari satu sudut kampung ke sudut kampung yang lain, tentang gizi buruk, stunting, kebersihan dan kesehatan lingkungan, perawatan ibu hamil dan pasca melahirkan, hingga HIV/AIDS.
Kader posyandu menjadikan dirinya berani tampil di muka umum, membawakan materi di muka orang banyak, dan terlibat dalam berbagai forum serta menjalin kontak dengan banyak orang. Bagi Wahida, peran sosialnya itu pelan-pelan membangun rasa hormat di kalangan warga kampung, sehingga perlahan-lahan, pengalaman itu turut meredakan stigma buruk tentang waria.
Jika tidak dihentikan, obrolan di rumah Wahida bakal berlangsung panjang. Para partisipan yang duduk melingkar larut dalam cerita hidup Wahida yang penuh dinamika, seiring habisnya isi piring yang ada di tengah lingkaran. Setelah mendengar cerita-cerita dari Wahida, Haji Mona mengajak para partisipan untuk berkeliling melihat-lihat beberapa titik yang menjadi lokasi festival Siselo Susurang, festival seni yang diadakan oleh Komunitas KAHE bersama warga Kampung Wuring pada tahun 2020 yang lalu.
Pastoral Kitab Suci bagi ODHA
Dari Wuring, ruang temu berikutnya bergeser ke pelataran teras unit St. Joseph Freinademetz, Ledalero. Platform Cerita-Cerita Keberagaman dari Maumere bertandang ke tempat tinggal para frater SVD. Ruang temu ini berlangsung pada Sabtu, 28/01/2023.
“Tujuan kami datang ke sini adalah untuk mendengar cerita dari teman-teman frater dan pater. Bagaimana cara pandang dan karya misi kalian berkaitan dengan konteks keberagaman?”, uangkap Gee Mario, manager program Komunitas KAHE.
Pater Ve Nahak, SVD membagikan ceritanya menjadi aktivis ODHA (Orang dengan HIV/AIDS), terutama pengalamannya melihat dan mengalami perjumpaan dengan mereka yang terkadang dijauhi dan diskriminasi dalam masyarakat. Pater Ve membagikan refleksinya atas kisah Injil Luk. 10:1-12, yang berkisah tentang Yesus mengutus tujuh puluh murid untuk pergi berdua-dua. Pater Ve menekankan tuntutan Yesus kepada para muridnya untuk menanggalkan ego dan bersikap terbuka untuk memperluas cara pandang ketika berjumpa dengan budaya dan situasi sosial politik yang berbeda.
“Ada berbagai perintah larangan dalam misi perutusan Yesus, tapi ada satu perintah ‘makanlah apa yang orang hidangkan padamu’. Bermisi itu pertama-tama tentang ‘makan makanan yang berbeda’. Kalau kita mau kontak dengan budaya atau konteks sosial yang lain, kita butuh meninggalkan ego kita. Itu suatu bentuk pertobatan. Perintah Yesus ‘makan makanan yang dihidangkan padamu’ itu harus kita pahami lebih jauh, sebagai suatu bentuk pertobatan,” ungkap Pater Ve.
Pater Ve menambahkan, tidak ada posisi superior ketika masuk dan berhadapan dengan kelompok lain (dalam hal ini ODHA). Apalagi memandang mereka sebagai objek untuk ditobatkan atau menjadi tontonan semata.
Haji Mona, ketua pertama Perwakas membagikan pergumulan serta perjuangan mereka dalam menghadapi stigma serta pandangan negatif masyarakat terhadap kaum waria.
“Kami selalu turun ke masyarakat dengan banyak peran dan aktivitas, supaya diterima dan berusaha hilangkan segala prasangka negatif. Perwakas juga memiliki potensi-potensi baik,” tukasnya.
Lebih jauh, Yolanda berbagi tentang pandangan masyarakat luas bahwa kerja-kerja waria hanya berkisar di bidang-bidang yang bersifat domestik semata.
Menurut Yolanda, selama ini banyak orang menganggap bahwa kelompok waria hanya bisa bekerja di salon saja. Padahal dalam kenyataan, teman-teman waria berkarya dalam berbagai aspek, misalnya menjadi guru, petani, kerja di pemerintahan, nelayan, dan koster di Gereja.
Sebagai perwakilan dari BEM IFTK Ledalero, Paul Tukan menyampaikan apresiasinya atas forum yang dibuat ini. Baginya, isu-isu keberagaman gender dan seksualitas amat jarang dibahas dalam ranah akademis di Ledalero. Temuan yang lain adalah isu yang sensitif seperti ini juga butuh pendekatan yang lebih emosional-afeksional sebab kisah-kisah yang beredar selama diskusi sangat kuat sebagai pengalaman hidup (personal) masing-masing orang.
Setelah diskusi dan sesi berbagi yang amat intens, acara dilanjutkan dengan makan siang bersama. Para frater dari unit Yoseph Freinademetz berkolaborasi dengan Paris Gank mengiringi makan siang hari itu dengan alunan lagu-lagu yang santai dan menyejukkan suasana.
[…] Maumere di Rumah Mami Vera dan Berita Media Lokal. Artikel itu menjabarkan pelaksanaan program learning encounter (ruang temu) bersama Persatuan Waria Kabupaten Sikka (Perwakas) dan para jurnalis di kantor Redaksi […]
[…] Keberagaman dari Maumere yang digagas oleh Komunitas KAHE melanjutkan program learning encounter (ruang temu) dengan melakukan dua pertemuan: bersama Persatuan Waria Kabupaten Sikka (Perwakas) di […]