Susur Selubung Kampung Wuring dan Ruang Berbagi Pengetahuan

 

Mempertemukan Latar Belakang

Sejak awal, saat inisiator program Susur Selubung, Maria Ludvina Koli, menyampaikan bahwa kegiatan temu peserta Peretas (Perempuan Lintas Batas) – yang lalu kami namai Susur Selubung Kampung Wuring: Merekam Cerita Perempuan Pesisir – akan dilaksanakan di Maumere, dan komunitas KAHE menjadi partner yang akan menyiapkan acara tersebut, kami lalu bersama-sama berdiskusi menyiapkan kegiatan ini. 

Maria A. Kartika Solapung, anggota Komunitas KAHE sekaligus peserta Susur Selubung yang bermukim di Maumere dan Aura Asmaradana yang bermukim di Bandung, adalah anggota KAHE yang secara aktif berpartisipasi dalam kegiatan ini. Kami bersama-sama terlibat mempersiapkan acara Susur Selubung: berdiskusi mempersiapkan program, memetakan isu yang akan dibahas, bentuk acara, waktu, hingga menentukan narasumber yang tepat sesuai kebutuhan kegiatan tim Susur Selubung.

Ada dua hal yang menjadi fokus diskusi kami dalam mempersiapkan kegiatan ini. Pertama, bentuk, dan kedua konten. Dua hal ini menjadi penting bagi kami, mengingat kurang lebih selama empat tahun terakhir, komunitas KAHE memfokuskan kerja-kerjanya mengaktivasi publik (artistic encounter) beserta ruang-ruang yang ada di dalamnya. Kerja-kerja ini fokus pada produksi pengetahuan yang termanifestasi dalam bentuk kesenian. Berangkat dari pengalaman-pengalaman tersebut, satu pertanyaan penting bagi yang selalu kami ajukan dalam kerja-kerja kesenian kami adalah, bagaimana mewujudkan ide-ide yang telah kami diskusikan itu ke dalam bentuk dan konten yang tepat, sesuai konteks dan ruang, sehingga aktivitas-aktivitas tersebut tidak berjarak, baik bagi kami maupun bagi tempat di mana aktivitas itu berlangsung. 

Sementara itu, berkaitan dengan isu-isu perempuan, ada beberapa pertanyaan yang seringkali muncul dalam diskusi-diskusi tentang perempuan. Pertanyaan-pertanyaan itu seperti, apakah perempuan harus punya ruang sendiri untuk membicarakan persoalan-persoalannya, dan persoalan-persoalan lainnya di luar isu perempuan? Seperti apa ruang-ruang kaum perempuan saat ini? Bagaimana mengelola ruang-ruang itu sehingga ruang-ruang itu sungguh-sungguh dimanfaatkan untuk membicarakan isu-isu tersebut?

Pertanyaan-pertanyaan itu lalu kami letakkan dalam konteks Kampung Wuring, sekaligus kami hadapkan pada pertanyaan teknis lainnya yang penting untuk mewujudkan ide-ide tersebut: bagaimana mewujudkan pertanyaan-pertanyaan itu ke dalam format program Susur Selubung yang akan dijalankan oleh teman-teman ini? 

Untuk menjawab pertanyaan, bagaimana itu diwujudkan, kami lalu menginisiasi workshop metode berkumpul untuk mengidentifikasi tokoh dan melihat isu-isu sosial budaya di Kampung Wuring sehingga forum-forum yang akan dilaksanakan nanti bisa mendekati pertanyaan-pertanyaan yang muncul seperti yang tertulis di atas. 

 

Pertemuan Peserta dengan Beragam Latar Belakang

Forum Susur Selubung mempertemukan para seniman dan aktivis perempuan dengan latar belakang studi dan aktivitas yang berbeda. Rahmadiyah Tria Gayathri (Palu) dari kolektif Forum Sudut Pandang Palu misalnya, sejak gempa dan tsunami melanda Palu pada tahun 2018, memfokuskan kerja-kerja kolektifnya pada project mitigasi gempa dan tsunami. Itu sebabnya, saat ke Maumere, ia merasa menemukan kesamaan isu. Sebab gempa dan tsunami pernah melanda Flores pada tahun 1992, dan Maumere, khususnya Kampung Wuring menjadi daerah terparah yang mendapat peristiwa itu. 

Aktivitas Rahmadiyah berbeda dengan Vita Agustina (Yogyakarta) yang sehari-hari menghabiskan waktunya dengan buku. Dunianya adalah dunia kertas, komputer, tulisan-tulisan, dan nama-nama para penulis. Vita mungkin sedikit beririsan dengan Rena Asyari (Bandung), salah seorang dosen yang setiap hari bertemu mahasiswa dan setumpuk bacaan yang dipersiapkan untuk mengajar. Dunia Vita dan Rena adalah dunia yang disekat dinding-dinding, ruang-ruang tembok, meski kemungkinan bertemu dengan orang-orang di luar lingkungan ruang mereka bisa terjadi. Meski demikian, mungkin saja ruang percakapan mereka adalah ruang yang masih punya batasan-batasannya. Trianingsih (Bali) dan Indah Darmastuti (Solo) agak berbeda. Indah fokus pada kelompok disabilitas. Pertemuannya dengan kelompok disabilitas memungkinkannya mengalami peristiwa hidup yang barangkali sangat terbatas dan tidak dialami oleh para peserta Susur Selubung lainnya, atau masyarakat pada umumnya. Hal ini memungkinkannya lebih mudah menerima sesuatu yang berbeda yang jauh melampaui pengalaman keseharian orang-orang. 

Latar belakang studi dan aktivitas para seniman dan aktivis perempuan Susur Selubung yang beragam ini memperkaya perspektif, sekaligus pada saat yang sama menegaskan bahwa mereka berjarak dengan konteks yang baru yaitu konteks Kampung Wuring. Di konteks yang baru ini, hidup pengetahuan-pengetahuan yang berbeda. Konsekuensinya, para peserta mesti belajar melihat dengan satu perspektif yang baru di konteks yang baru. Cara melihat dengan konteks yang baru ini dapat dipelajari dengan cara mengalami secara langsung peristiwa hidup masyarakat Kampung Wuring dan percakapan dengan orang-orang yang mereka jumpai secara langsung. 

Bagaimana Mewujudkannya?

Mendekati Konteks

Kami memulai seluruh program ini dengan presentasi hasil preliminary research. Forum ini membantu para peserta melihat konteks Kampung Wuring, kehidupan, isu dan potensi kaum perempuan suku Bajo dan Bugis di sana. Yang penting bagi kami adalah melihat seluruh rangkaian diskusi itu dalam konteks ruang kegiatan itu dilaksanakan. Silang pengetahuan yang dibagikan oleh para peserta berdasarkan latar belakang aktivitas mereka masing-masing menambah referensi dan membuka ruang diskusi ke arah pengetahuan yang lebih luas. 

Setelah preliminary research, peserta lalu menjelajahi Kampung Wuring, untuk mengenal bagian-bagian kampung, tempat-tempat bersejarah, situs-situs penting bagi warga kampung, dan hal-hal lain yang menyimpan cerita atau merepresentasikan kisah hidup warga dan konteks sosial, budaya serta masyarakat Kampung Wuring. Pada tahap ini, peserta memberi respon yang beragam, terutama menghubungkan amatan awalnya dengan cerita-cerita yang ada pada tahap preliminary research, serta imaji awal mereka tentang Kampung Wuring. 

Setelah melewati dua tahap di atas, para peserta lalu ke Kampung Wuring dan bertemu langsung dengan narasumber-narasumber yang ada di sana. 

Di Kampung Wuring, para peserta bertemu Mbok Rapise. Mbok Rapise membagikan pengalamannya selama bertahun-tahun menjadi dukun di Kampung Wuring. Selain mengandalkan ramuan tradisional sebagai bahan pengobatan, Mbok Rapise juga membagikan pengalaman, bagaimana pengetahuan-pengetahuan lokal orang-orang suku Bajo itu tumbuh dan disebarkan di antara mereka. Selama bertahun-tahun, masyarakat suku Bajo hidup berdasarkan mitologi yang mereka yakini. Meski pengetahuan-pengetahuan lokal ini kontras dengan pengetahuan modern yang dipelajari anak-anak di sekolah dan lembaga agama, pengetahuan itu justru terbukti bertahun-tahun menjadi penopang dan arah hidup mereka. 

Selain bertemu Mbok Rapise, para peserta Susur Selubung berkesempatan mencicipi masakan tradisional orang Bajo yang disiapkan oleh Mama Pode, Bibi Ase dan keluarganya. Masakan tidak sekadar makanan, tetapi sekaligus representasi pengetahuan, pola hidup, identitas, strategi bertahan, yang hidup di suatu kelompok masyarakat tertentu. Bersama Bibi Ita dan Tina, peserta belajar melihat kehidupan nelayan di laut dari kacamata perempuan, bahwa kaum perempuan pun berkontribusi bagi produksi ikan yang dikonsumsi warga di darat. Pertemuan bersama Bibi Wati, membantu melihat konteks pertumbuhan anak-anak sekolah di Kampung Wuring dengan dunia laut yang mengitarinya. Sementara itu, bersama Wahida dan Haji Mona, para peserta melihat peran kaum waria dalam membangun gerakan bersama warga, tidak secara eksklusif untuk kaum waria, tetapi juga ke masyarakat yang lebih luas. 

Selain bertemu warga di Wuring, para peserta juga menimba pengalaman dan pengetahuan baru melalui kerja-kerja yang dilaksanakan oleh Suster Eustochia, SSpS, Kak Ros di Watu Bo, ibu-ibu asuh di panti asuhan SOS Children’s Village, drg. Nur Kartika yang bergiat sebagai volunter komunitas Shoes for Flores dan Kikan pendamping Komunitas Huruf Kecil dan mengunjungi museum Bikon Blewut Ledalero. Pertemuan-pertemuan itu memungkinkan para peserta dan warga saling bertukar pengetahuan.

Ruang Berbagi Pengetahuan

Untuk memperdalam dan mempertajam pengalaman kami di Kampung Wuring, kami lalu memanfaatkan waktu setiap malam setelah kunjungan ke Kampung Wuring untuk membuat evaluasi. Evaluasi mendekatkan kami dengan konteks Kampung Wuring, sekaligus silang pengetahuan di antara para peserta. Sebab, dari evaluasi, kami menemukan pantulan-pantulan dari tempat kami berkegiatan sekaligus dari refleksi pembanding para peserta dari lingkungan di mana mereka berasal.  

Pantulan-pantulan itu berharga sebab masing-masing peserta memberi respon yang berbeda dan melihat pengalaman perjumpaan itu dengan latar belakang aktivitas dan konteks hidup mereka masing-masing. Saat diberi konteks, amatan-amatan itu menjadi lebih tajam. Hal ini membantu kami untuk melihat kembali pertanyaan-pertanyaan yang kami ajukan di awal kegiatan kami dengan temuan-temuan baru yang kami diskusikan. Menarik bahwa temuan-temuan itu menunjukkan bahwa masing-masing tempat memiliki tempat tumbuh pengetahuannya masing-masing. Di Kampung Wuring misalnya, peran perempuan cukup beragam. Meski di forum-forum formal peran perempuan tampak minim, namun posisi tawar mereka sangat kuat. Hal ini dibuktikan dengan distribusi pembagian kerja, baik itu bersifat ekonomis maupun pada tingkat privat saat mengatur rumah tangga. 

Pada akhirnya, program Susur Selubung Kampung Wuring: Merekam Cerita Perempuan Pesisir menjadi ruang yang baik bagi pertukaran isu, modal, potensi yang ada di Kampung Wuring dengan konteks di luar Kampung Wuring, yakni yang terjadi di tempat tinggal masing-masing peserta. Karena itu, kebutuhan untuk melihat kembali isu, modal, potensi, gagasan yang berkembang di satu tempat dengan yang terjadi di tempat lain menjadi sangat penting. Sebab, setiap tempat memiliki isu, modal, potensi, gagasan, dan pengetahuannya masing-masing. 

Bagikan Postingan

Subscribe
Notify of
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Kalender Postingan

Kamis, November 21st