Di Taman Monumen Tsunami, Masa Lalu Terabaikan

Betapa Megahnya Proyek Ini

Berdasarkan hasil penelusuran penulis dari hasil wawancara media massa dengan pelaksana proyek, proyek Taman Monumen Tsunami di Kota Maumere menelan anggaran dana APBD Sikka tahun 2016 sebesar lebih dari Rp 2,5 miliar. Proyek ini dirampungkan oleh PT Gading Landscape Maumere yang menggandeng konsultan pengawas CV Sonny Helper dan diselesaikan pada bulan Desember tahun 2016.

Namun, dana miliaran yang dikeluarkan tampaknya tidak sebanding dengan eksistensi kondisi fisik Taman Monumen Tsunami hari ini. Pepohonan, tanaman lokal, perkerasan, material untuk monumen yang tidak tahan lama, keadaan kolam dan sepenggal tembok yang berada di belakang monumen tsunami, tidak terlihat sebagai perpaduan proyek yang telah menghabiskan dana sangat besar.

Idealnya, Taman Monumen Tsunami dirancang dan diwujudkan dengan membaginya ke dalam dua area. Diungkapkan lebih lanjut oleh pelaksana proyek, area timur menggambarkan kondisi masa lalu dan area barat melambangkan kondisi masa depan.

Kedua area ini dihubungkan oleh sebuah jembatan sebagai perwujudan langkah bersama masyarakat Kabupaten Sikka ke masa depan, setelah sebelumnya diluluhlantakkan oleh gempa dan tsunami tahun 1992. Konsep yang diusung oleh pelaksana proyek ini sangat sesuai, mengingat jembatan bisa jadi simbol bagi trauma masa lalu menuju masa depan yang lebih baik.

Dua dimensi kehidupan, masa lalu dan masa depan yang disajikan lewat kehadiran taman ini menarik untuk ditelusuri dan dikaji lebih jauh dan mendalam.

Bagian utama Monumen Tsunami difoto dari sisi sebelah utara. Foto: Marianus Nuwa

Dua Dimensi Kehidupan

Kajian dan penelusuran pertama dimulai dari wujud masa lalu pada bagian timur taman. Dimensi masa lalu yang coba disajikan, apabila merujuk pada konsep pelaksana proyek, kurang terasa kuat maknanya. Kondisi tersebut karena metafora yang ada hanya perwujudan dari ombak yang digambarkan bertabrakan, kolam yang melambangkan laut, serta lagi-lagi ombak dalam bentuk tembok belakang.

Perwujudan gempa yang menemani proses terjadinya tsunami tidak ditunjukan pada monumen. Padahal, perpaduan antar metafora ombak tsunami dengan metafora tanah terbelah akibat gempa akan lebih bermakna dan membangkitkan memori masyarakat.

Bencana alam yang terjadi pada Sabtu, 12 Desember 1992 lampau dipicu oleh gempa berkekuatan M 7,5, berpusat di kedalaman laut 35 kilometer arah barat laut Kota Maumere, hingga memicu longsor bawah laut. Kombinasi antara gempa dan longsor itu membangkitkan tsunami dahsyat yang mengakibatkan kerusakan sangat parah, 2.500 orang tewas, dan tentu saja trauma yang mendalam.

Sementara itu, pada dimensi masa depan di bagian barat taman, diwujudkan sebagai ungkapan keceriaan dan kegembiraan setelah tsunami dan gempa melanda. Tampilan area ini sudah cukup kuat mengindikasikan masa depan yang jauh lebih baik setelah bencana terjadi. Area barat didominasi oleh vegetasi untuk memanjakan mata dan menciptakan kesejukan di sekitar area bersantai. Masyarakat dapat menggunakan ruang itu untuk duduk dan bercengkrama.

Kembali pada penelusuran dan kajian dimensi masa lalu, bencana yang coba ditampilkan pada dimensi ini, bukan hanya fenomena yang terjadi di lautan dan bukan hanya soal ombak dan laut.

Memang, ombak merupakan simbol penting mengingat bahwa tercatat, ketinggian gelombang tsunami di Kampung Wuring mencapai 3,2 meter. Seluruh kampung di pesisir itu sepenuhnya tenggelam. Delapan puluh tujuh orang tewas di sana. Di Desa Riangkroko, di sisi timur Pulau Flores, tinggi gelombang mencapai 26,2 meter dan menewaskan 137 orang. Tingginya gelombang di Riangkroko itu memicu longsor di Teluk Hading sehingga kekuatan tsunami berlipat ganda. Namun di samping simbolisasi gelombang, gempa yang terjadi di daratan juga signifikan.

Dalam mengolah ingatan tentang suatu bencana, memang, kita tidak perlu menampilkan hal yang melulu buruk dengan gamblang dan terlalu terang benderang. Memori akan kelamnya peristiwa tersebut bisa saja bangkit dan memancing emosi negatif para penyintas. Namun kondisi di daratan setelah gempa dan tsunami yang porak poranda sepertinya perlu dihadirkan sedemikian rupa sebagai pengingat dahsyatnya bencana yang terjadi.

Presentasi mengenai keporakporandaan itu dihadirkan dalam rangka mitigasi bencana di masa depan, supaya masyarakat selalu waspada dan mempersiapkan diri dan lingkungan sekitar. Kesadaran dan memori tentang kewaspadaan inilah yang utamanya perlu dibangkitkan oleh eksistensi monumen tsunami.

Data, fakta, foto dan video, misalnya, dapat menjadi sarana untuk memperkuat eksistensi dimensi masa lalu. Salah satu contoh foto ikonis yang bisa dihadirkan dari bencana ini adalah foto dari perahu yang bertengger di bibir pelabuhan. Kondisi ideal ini yang tidak dihadirkan dalam dimensi masa lalu pada Taman Monumen Tsunami. Terabaikannya dimensi masa lalu dari Taman Monumen Tsunami dapat menjadi bahan refleksi dan belajar dari masa lalu.

Area timur Taman Monumen Tsunami merupakan area yang paling terabaikan. Monumen ombak bertabrakan, apabila diamati dari dekat, sudah berbeda sangat jauh dari bentuk awalnya. Kondisinya kotor dan beberapa bagian dari monumen sudah copot. Bahkan bagian dalam monumen yang tertutup sering digunakan sebagai ruangan untuk tidur bagi gelandangan. Kolam pun tidak jauh berbeda kondisinya. Air kolam dipenuhi dedaunan gugur dari pohon-pohon, menciptakan kondisi yang menyedihkan.

Kolam pada area dalam Monumen Tsunami. Foto: Marianus Nuwa

Keterlibatan Masyarakat

Taman Monumen Tsunami, sama halnya dengan beberapa proyek pemerintah daerah setempat, kurang menempatkan masyarakat sebagai klien dalam proses perancangan dan konstruksinya. Konsep mengenai taman ini hampir seluruhnya datang dari pemerintah, yang kemudian menugaskan pelaksana proyek untuk mengerjakannya.

Masyarakat yang justru akan menggunakan dan menikmati ruang-ruangnya, kurang dilibatkan dalam setiap prosesnya. Kondisi ini kemudian membuat sebagian masyarakat acuh tak acuh akan eksistensi taman monumen ini.

Dalam pemahaman lebih mendalam, Taman Monumen Tsunami merupakan ikon perwujudan sejarah masa lalu masyarakat, sekaligus menjadi pengingat serta sarana pembelajaran untuk hidup ke depannya yang lebih baik. Dengan sikap apatis masyarakat, tujuan diciptakannya Taman Monumen Tsunami menjadi tidak tercapai.

Masyarakat perlu diberi kesempatan lebih besar untuk terlibat dalam proyek-proyek pemerintah, apalagi yang terkait langsung dengan sejarah asli dan ruang-ruang publik yang kelak menunjang kehidupan masyarakat. Kesadaran mengenai keterlibatan masyarakat ini sebetulnya harus disadari oleh semua pihak. Pemerintah dan masyarakat sama-sama inisiatif menciptakan perkumpulan-perkumpulan kemasyarakatan sehingga proses pembangunan ruang publik berlangsung transparan dan setara.

Dalam pembangunan monumen-monumen di masa yang akan datang, ada baiknya para ahli menyediakan berbagai bentuk dan fungsi monumen, untuk kemudian dipilih bersama, sebagai bentuk dari keterlibatan berbagai pihak. Dengan begitu, sebuah proyek tidak hanya akan menciptakan ruang fisik, tetapi juga ruang dialog.

Saran-Saran

Kondisi ideal yang mungkin bisa menyempurnakan dimensi masa lalu pada Taman Monumen Tsunami adalah dengan menampilkan bentuk tertentu sebagai memori dahsyatnya gempa dan tsunami Maumere 1992, serta pentingnya mitigasi bencana. Bentuk-bentuk itu bisa berupa pameran data dan fakta, ataupun pendekatan kekinian melalui media sosial. Daftar korban, jumlah bangunan yang rusak, daerah-daerah yang paling terdampak, struktur bangunan yang hancur karena keliru dalam aplikasinya, dan beragam informasi penting lainnya, adalah beberapa dari banyak hal yang bisa memaksimalkan keberadaan dimensi masa lalu di Taman Monumen Tsunami.

Kapal Perang Angkatan Laut Terhempas Hingga ke Gapura Selamat datang Kota Maumere. Foto Yoseph Benyamin S. (1992). Arsip Komunitas KAHE

Keberadaan dimensi masa lalu dari monumen ini signifikan untuk memaksimalkan hadirnya dimensi masa depan. Setelah melewati masa lalu penuh kedukaan, dimensi masa depan perlu dihadirkan dengan suasana penuh keceriaan dan kegembiraan. Secara tata ruang, para pengunjung yang datang, layaknya sebuah tur museum, sebaiknya diarahkan untuk mengalami terlebih dahulu dimensi masa lalu, baru kemudian bergerak ke masa depan.

Pengaruh kedua dimensi pada Taman Monumen Tsunami perlu dijaga keseimbangannya, agar perhatian dan konsentrasi masyarakat tidak berat sebelah. Baik masa lalu maupun masa depan Kota Maumere sama pentingnya untuk eksistensi kota ini.

Keberadaan taman monumen sekarang masih dapat dimaksimalkan dengan pembersihan menyeluruh dan revitalisasi pada area timur sebagai fokus utama. Selain pembenahan segala kekurangan dan kerusakan yang ada, sebaiknya data dan fakta gempa dan tsunami 1992 dapat mulai dipajang untuk menunjang literasi masyarakat tentang kebencanaan.

Ruang publik yang terkait dengan sejarah seperti Taman Monumen Tsunami ini perlu dirawat dan dilestarikan. Darinya, selain menggunakannya sebagai ruang publik, masyarakat juga bisa mengingat dan belajar tentang peristiwa-peristiwa tertentu. Langkah menuju masa depan hanya akan semakin matang jika disertai dengan pembelajaran dari masa lalu.

Maumere, 24 Maret 2023

Referensi:

Kompas.id
Kompas.com
Cendana News

Bagikan Postingan

Subscribe
Notify of
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Kalender Postingan

Sabtu, Juli 27th