Oleh Ryn Naru
Beberapa bulan lalu, saya bersama kak Dede Aton, Ketua Komunitas KAHE Maumere, melakukan kunjungan ke Kampung Wuring, tepatnya bagian Leko. Itu merupakan kali pertama bagi saya mengunjungi Kampung Wuring bagian Leko, sementara Dede Aton sudah beberapa kali datang ke situ.
Dalam menyusuri rumah warga, saya memperhatikan beberapa pemuda tampak asyik bermain game online di sebuah kios dan beberapa ibu duduk di teras rumah; ada yang membersikan ikan kering, jualan, dan mencari kutu.
Kami berhenti di sebuah rumah panggung dan beberapa bapak berkumpul di rumah tersebut. Kami menyapa mereka dan kemudian banyak bercerita tentang berbagai topik, salah satunya dengan Bapak Haji Adam.
Sambil menggulungkan tembakau rokok, bapak Haji Adam bercerita perkara angin barat yang baru-baru ini terjadi di Maumere. Kata dia, biasanya angin barat akan berhenti setelah tahun baru Cina yang biasanya jatuh pada minggu pertengahan bulan Februari.
Lantas sore itu hujan rintik-rintik, beberapa sampah plastik berserakan di jalan, lalu salah satu bapak di situ sempat beberkan komentar atas hal itu; persoalan sampah.
”Di sini sebenarnya bisa bersih seperti di tempat lain. Walaupun sudah menggerakan semua warga untuk membersihkan sampah tapi tetap saja masih kotor, ada saja sampah yang ada, itu karena apa? Salah satunya karena limbah plastik dari kios- kios, kalau saja tidak ada kios pasti tidak ada sampah,” katanya.
Kami turut mendengarkan.
Pada waktu itu juga sempat ada isu terkait penutupan pasar senja di Wuring; ada yang pro dan ada juga yang kontra seperti Bapak Haji Adam. Haji Adam sangat setuju dengan penutupan pasar Wuring agar semua penjual bisa membuka lapak jualannya di pasar Alok.
Pendapat itu agak berbeda dengan Bapak Haji Salak yang tidak setuju dengan penutupan pasar. Sebab, menurut dia, apabila pasar dipindahakan ke Alok itu berarti membutuhkan tambahan biaya transportasi setiap harinya. Itu belum lagi kalau jualan yang dijajakan tidak laku atau tidak terbeli.
“Kalaupun ditutup pasti warga yang berjualan di pasar Wuring akan kembali berjualan di depan halaman rumah mereka seperti dulu sebelum adanya pasar Wuring,” ungkap Haji Salak.
Tersebab hari sudah malam saya dan Dede Aton pamit pulang. Dalam perjalanan pulang kami bertemu seorang pemuda yang sedang duduk santai di sebuah balai-balai. Ia seorang ABK sebuah kapal di pulau Selayar. Ia jarang pulang ke kampung Wuring karena pekerjaannya, ia pulang karena sedang musim angin barat dan juga rindu keluargannya.