Jalan Tikus Menuju Ruang-Ruang Perjumpaan di Flores

Eka: Motif awal kita bikin FWF memang kita ingin pemerintah sadar dan mengambil Langkah tertentu untuk masalah literasi, tapi itu memang tidak terjadi. Saya melihat forum di Gedung Immaculata saat FWF berlangsung di Ende punya statement yang kuat walaupun kita tidak sadari itu sebagai advokasi, tetapi dengan kita mengaktivasi ruang itu, memakai bangunan tua itu, hujan lebat, dia kemudian menjadi cerita yang beredar di kalangan pastor dan ibu-ibu P dan K di Ende. Bagaimana pendapat Mar sendiri melihat bagaimana ruang-ruang yang terjadi di FWF untuk memperluas percakapan yang lain di ekosistemnya?

Foto: Dokumentasi Flores Writers Festival

Maria: Ketika saya dan Megs melakukan survey di Gedung Immaculata, kami mengajak seorang pegawai P dan K yang bertanggungjawab mengelola Gedung Immaculata. Hari itu ternyata adalah pertama kali dia melihat Gedung Immaculata dan sadar bahwa Gedung itu ada di Ende. Itu dampak kecil pertama.

Lalu mengenai sesi pagi di hari terakhir FWF, kita memang tidak merencanakan bahwa obrolannya akan menjadi sangat personal dan membuat beberapa peserta merasakan itu sebagai tempat bertukar cerita. Ini mungkin selama ini tidak kita sadari, yaitu bahwa tema-tema yang kita diskusikan itu membantu kita untuk bercermin tentang siapa kita, seperti kata Aden tadi. Itu dampak kecil berikutnya. Saya kira di FWF pertama juga hal ini terjadi dan menjadi semacam ciri khas. Orang yang pernah ikut FWF akan menantikan hadirnya ruang-ruang ini dan mau datang ke FWF selanjutnya karena mereka tidak menemukan ruang-ruang seperti ini di tempat lain.

Kalau bicara soal dampak lain yang lebih besar, FWF itu justru menjadi bahan perbincangan di luar Flores oleh teman-teman yang sangat tertarik dan ingin mengikuti FWF. Terlepas dari apakah ini hanya pemanis saja, tetapi bahwa mereka menyediakan ruang untuk membincangkan FWF dan mengundang saya untuk bicara saya kira ini hal lain yang di luar bayangan kita. Orang luar melihat FWF itu menarik yang bekerja adalah komunitas-komunitas, sementara festival-festival lain tidak seperti itu. Ini saya kira dampak lain karena komunitas-komunitas lain di luar Flores melihat bahwa ada acara kerja lain untuk mengelola festival melalui komunitas-komunitas, tidak harus oleh satu lembaga tertentu. FWF juga menjadi ruang pertemuan antara penulis, pembaca dan penerbit. Bahkan, orang yang sudah berusia lanjut bisa memiliki cita-cita untuk menerbitkan buku sendiri. Ini menjadi api bagi teman-teman muda yang ikut FWF.

Yang terakhir, teman-teman forum giat literasi Ende yang kemarin terlibat aktif dengan kita di FWF, sekarang dipercaya untuk mengelola Taman Rendo untuk berkegiatan setiap Minggu dan dinas pariwisata bersedia menyiapkan listrik, air, dan sound system. Ada ruang lain yang terbuka setelah FWF.

Eka: Apakah yang sedang kita giatkan ini dengan ideal dan tantangan punya prospek tidak ke depannya menurut teman-teman?

Gero: Kerja-kerja begini kita jangan pikir kaya. Saya memaknai apa yang sedang saya kerjakan masih penting dan relevan bagi saya dan juga tempat di mana saya berkegiatan atau dengan siapa membangun ruang-ruang perjumpaan. Yang penting adanya ruang-ruang perjumpaan itu.

Komunitas hanya satu cara untuk menghubungkan kita dengan orang lain, bertemu orang lain dan belajar dari orang lain. Prospeknya menurut saya adalah kita bisa bertemu terus, bisa ngobrol terus, dan berpikir kita mau bikin apa lagi bersama-sama. Apa yang kita kerjakan ini adalah investasi. Kecemasan akan masa depan itu memang harus diakui, tetapi yang penting itu adalah ruang perjumpaan dan pertemuan dengan orang lain sehingga komunitas tidak menjadi ruang yang sangat ekslusif, tetapi menjadi satu rumah yang memungkinkan kita bertemua dan berdialog secara lebih segar setiap saat.

Aden: Saya kira yang selalu kita kejar adalah yang kita lakukan itu bermakna dan kemudian kita eksplorasi makna itu. Secara komunitas, kita mengupayakan dan menemukan visi dan misi kita lalu ada praktik kontribusi dan jangan lupa gizi. Kita terus mengupayakan, membincangkan kondisi-kondisi hari ini, dan memeriksa kecenderungan di masa depan agar keempat aspek ini, visi, misi, kontribusi, dan gizi, itu mendukung apa yang kita cita-citakan bersama, sambal juga melihat manfaatnya juga bagi orang lain. Untuk sementara, bentuk yang paling mungkin adalah dengan pendekatan event itu di konteks kami.

Maria: Saya mengalami FWF itu sebagai ruang bertemu dan ruang belajar, baik secara jasmani dan rohani. Kita capek tapi habis itu enak. Setelah selesai FWF di Ende, ada teman dari Flores Timur yang memberi ide supaya komunitas-komunitas yang ada diberi tanggungjawab untuk penyelanggaraan festival ini. Hal ini memang sudah ada sejak FWF pertama dan masih menjadi pembicaraan kita di Klub Buku Petra.  FWF juga bisa menjadi wadah di mana kerja-kerja kita ini dilakukan secara professional, meskipun saat ini kita masih bergantung dari sponsor. Mudah-mudahan itu kita bisa sampai ke tataran itu.

Eka: Terima kasih untuk Mar, Gero, Aden, dan Tika. Ada jalan yang formal punya skema, regulasi tertentu, dengan pakem dan konstruksinya sekian, tetapi tidak lupa bahwa di tengah jalan tol dan jalan negara itu ada jalan tikus yang dibangun oleh warga untuk melangsungkan tujuan-tujuannya. Kita selalu berkelindan di antara dua hal itu; yang formal dan regular, tapi ada juga yang berangkat dari kita punya kebutuhan dengan kemungkinan bersiasatnya. Semoga kita punya energi dan gizi yang cukup untuk kerja-kerja kita yang juga semoga berumur Panjang.

Bagikan Postingan

Subscribe
Notify of
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Kalender Postingan

Minggu, September 8th