Mozart dalam Mimpi Karl Barth

Sampai petang ini. Suasana hening, tenang, redup tanpa hujan berderai. Anda berdiri di atas bak reservoir convent Maulo’o, memandang ke laut lepas, langit kelabu. Perahu-perahu motor nelayan tidak hilir mudik. Tampak pada cakrawala selatan bayang-bayang hitam hujan tetapi belum sampai mendarat di tanah Maulo’o. Apa yang bisa dikatakan tentang hal ini? Tuhan hadir dan ia berbicara lantang kepada alam, semesta, dan manusia yang mendiami bumi ini. Sejelek apapun cuaca global, cinta dan kesetiaan-Nya abadi.

Kemarin, tanggal 18 Januari 2013, keluarga besar Alvarez berangkat ke Maumere untuk merayakan Ekaristi pemakaman seorang rekan guru yang meninggal dunia karena sakit berat. Mendung berawan, panas menyengat, dan saat berangkat ke peristirahatan terakhir di depan halaman rumah, hujan turun. Hari-hari sebelumnya, saat dia masih sangat menderita, hujan sangat lebat. Banjir bagai kali besar di jalan raya Maumere yang tak memiliki drainase.

“Di mana Aku berada, di situ pula pelayanku berada,” kata Kristus, Hidup dan Kebangkitan kita.

Berkaitan dengan Pekan Doa Internasional bagi Kesatuan Umat Kristiani, wawancara imajiner dengan Thomas Merton kali ini berputar-putar sekitar Karl Barth, Reformis Protestan. Referensinya bisa Anda temukan dalam Conjectures of A Guilty Bystander pada sesi tentang Barth’s Dream.

Innocens (I): Anda menulis, Karl Barth[1] bermimpi jumpa Mozart. Barth sudah selalu jengkel terhadap Katolisisme Mozart dan Protestantisme yang ditolak Mozart. Hal ini dikarenakan kata-kata Mozart bahwa Protestantisme adalah semua yang ada di kepala dan kaum Protestan tidak mengerti arti Agnus Dei Qui tollis peccata mundi. Sesuai mimpi itu, apa tugas yang diberikan kepada Barth?

Thomas Louis Merton (T.M): Barth memberikan Mozart ujian teologi. Ujian itu dilaksanakan sedemikian sehingga suasananya menyenangkan. Pertanyannya jelas-jelas memacu pada komposisi musikal misa-misa Mozart

I: Apa jawaban Mozart atas pertanyaan-pertanyaan Barth? Bagaimana penilaian Anda tentang mimpi Karl Barth tersebut?

T.M: Hebat! Hebat sekali! Mozart tidak menjawab sepatah kata pun. Saya sangat terharu akan cerita Barth mengenai mimpi itu dan hampir menulis sepucuk surat kepada beliau. Mimpi Barth itu berkaitan dengan keselamatannya dan Barth berjuang untuk mengakui bahwa ia akan lebih diselamatkan oleh Mozart dalam dirinya daripada oleh teologinya.

I: Thomas, berkaitan dengan Mozart di dalam diri Barth. Apa yang kira-kira dilakukan oleh Barth, menggapai keselamatan itu terlepas dari teologinya tentang keselamatan?

T.M: Anda tahu setiap hari, bertahun-tahun, Barth memainkan musik Mozart di atas pianonya sebelum mengerjakan dogmanya. Tanpa sadar, ia berusaha membangunkan, barangkali, Mozart yang bijak dalam dirinya. Kebijakan sentral yang senada dengan musik kosmis dan ilahi, serta yang diselamatkan oleh cinta, ya, bahkan oleh eros, cinta romantis musikal; sementara diri teologis condong peduli akan cinta di otak, bukan dalam hati kita, tetapi hanya dalam Tuhan dinyatakan dalam kepala kita.

I: Dari musik-musik Mozart yang dimainkan setiap hari di atas pianonya bahkan bertahun-tahun, pada akhirnya, apa yang bisa dikatakan oleh Barth tentang Mozart dan musik-musiknya?

T. M: Barth mengatakan dengan tegas bahwa “Adalah seorang anak kecil” bahkan seorang “Anak kecil ilahi” yang berbicara kepada kita dalam musik-musik Mozart. Di saat yang sama, Mozart, anak kecil genius, yang tak pernah boleh menjadi anak kecil dalam arti harafiah menampilkan konsernya dalam usia 5 tahun. Tetapi dia tetap seorang anak kecil, dalam arti yang lebih tinggi dari kata itu.

I: Boleh dirangkum demikian, “Jangan takut, Karl Barth, percayalah akan Belas Kasih Allah. Walau Anda telah menjadi seorang teolog, Kristus tetaplah seorang anak kecil di dalam diri Anda”. Ada Mozart di dalam diri kita yang akan menjadi penyelamatan kita. Itu lebih hebat dari buku-buku teologi.

T.M: Musik sakral liturgis, puisi-puisi indah, ambillah contoh dari puisi-puisi “Kidung Jiwa”, “Nyala Cinta Nan Hidup”, karya Juan de la Cruz, yang bicara amat dalam ke dalam hati manusia, sentrum Ada-nya. Mazmur, puisi, dan kidung-kidung indah menyentuh, membawa jiwa lebih dekat dengan Tuhan, alam ciptaan dan manusia Jubilate omnis terra (Bersukacitalah, hai seluruh bumi). Psalite nomini ejus (Bermazmurlah bagi namaNya).

I: Selain Mozart dalam musik sakral, masih adakah penyair, penyajak dunia, yang punya arti dan pesan religius mendalam bagi pembacanya? Anda juga seorang seniman!

T.M: Penyair-penyair Brasil. Bagi saya, mereka adalah seluruh dunia baru. Bahasa Portugis adalah sebuah bahasa yang menakjubkan untuk puisi. Bahasa ini adalah bahasa kekaguman, kepolosan murni, kegembiraan, penuh kehangatan manusiawi, dan dengan begitu, penuh humor.

I: Penuh humor, kata Anda. Mengapa? Apakah bahasa-bahasa lain di dunia tak berisi humor dalam ekspresi-ekspresinya?

T.M: Ada, tentu saja, tapi saya membatasi diri pada puisi-puisi dari bahasa Portugis. Secara mendasar, humor tak terpisahkan dari cinta yang tertawa akan keunikan masing-masing individu, bukan karena lucu atau patut diremehkan, melainkan karena unik. Keunikan adalah diri yang innocens, polos, yang selalu takjub, dan pada level manusiawi, kejutan itu penuh humor sekaligus mengagumkan.

I: Masih ada yang mau diutarakan bersangkutan dengan penyelamatan lewat karya seni musik atau puisi? Kita kembali menengok penyair-penyair Brasil. Apakah perbedaannya dengan karya-karya seni puisi dari negara-negara Amerika Latin lainnya?

T.M: Watak lembut, cinta akan kehidupan berwarna Fransiskan, rasa hormatnya akan segala sesuatu yang hidup yang dihasilkan kembali secara utuh hanya dalam Carrera Andrade[2] dari Ekuador dan Ernesto Cardenal[3] dari Nicaragua. Dalam karya puisi Brasil tidak ada jejak kekerasan, rasa kecut asam atau sikap-sikap doktrinal yang dibuat-buat. Jorge de Lima[4] penyair Brasil, penyair yang sangat menyenangkan, mistik kosmis, dan Kristiani.

I: Artinya, dibandingkan dengan penyair-penyair Latin lainnya yang senang bicara soal manusia, slogan “Kita semua saudara, angkat kepala, angkat kaki, jalan! Kehidupan yang hambar dan membosankan karena harus mengalami kepahitan perlawanan, pertentangan, bahkan kebencian dan perang!” begitu bernilai.

T.M: Hiruplah udara segar alam ini! Hembusan segar dan bersih nafas Roh Kudus yang bagai angin bertiup ke tempat ia suka. Buka jendela, bisa buka jendela ke segenap jurusan. Jangan tutup jendela dan pintu sehingga Roh Kudus terkurung dalam rumah!

I: Orang harus melihat kembali hidupnya dengan tulus dan murni. Coba tengok kembali Regula Santo Benediktus[5] dan Santo Albertus[6] dari Yerusalem! Fleksibel! Bagaimana pandangan Anda, Thomas?

T.M: Sekurang-kurangnya, Regula Santo Benediktus, Anda bisa menengok kembali Regula Karmel. Benediktus tidak pernah mengatakan bahwa rahib tak pernah boleh keluar, tak pernah boleh menerima surat, tak pernah boleh menerima tamu, tak pernah boleh bicara kepada siapapun, tak pernah boleh mendengarkan berita, radio, televisi, dan lain-lain.

I: Apa tujuan utama dari “fleksibilitas” tersebut?

T.M: Harus punya discernment[7] yang bijak. Dia tahu tentang apa yang bermanfaat dan tidak merugikan serta mana yang tidak berguna dan mendatangkan kehancuran. Dalam segala hal, seorang rahib hendaknya memuliakan Tuhan.

I: Seorang religius harus bisa melihat Kristus dalam diri pengembara, orang asing yang datang dari dunia teristimewa mereka yang miskin papa. Itu adalah Roh dari huruf-huruf regula. Emanuel Levinas[8] eksistensialis berdarah Yahudi bicara soal teofani seorang miskin papa, compang-camping, dengan pandangan mata yang menderita. Kita memandangnya sebagai penampakan Wajah Kristus yang datang mohon pembebasan konkret dari beban deritanya mulai dari komunitas.

T.M: Benar! Komunitas biara atau pertapaan mempunyai penjaga pintu. Ada yang bertahun-tahun lamanya bertugas sebagai portier, penjaga pintu gerbang. Begitu banyak waktu telah dilewatkan oleh mereka dengan menerima dan berjumpa dengan orang-orang kecil, miskin. Orang-orang kecil ini ditolong dengan kesabaran yang mengagumkan dan penjaga pintu gerbang tersebut dapat dilihat sebagai orang-orang kudus.

Maulo’o, 19 Januari 2013
Innocens d Carvalho, Karmelit

Tulisan ini diterbitkan atas izin dari penerbit Titus Brandsma, Ordo Karmel Komisariat Indonesia Timur.


[1] Karl Barth dilahirkan di Basel, Swiss, pada tanggal 10 Mei 1886. Ia adalah  seorang pendeta dan teolog Kristen Hervormd. Sebagai seorang teolog,  Barth menulis beberapa karya dan yang paling dikenal serta diyakini sebagai magnum opus-nya adalah “Die Kirchliche Dogmatik” (Dogmatik Gereja) yang terdiri dari 13 jilid. Semasa hidupnya, ia dikenal sebagai pemikir terkemuka dalam gerakan neo-ortodoks. Ia wafat pada tanggal 10 Desember di Basel.

[2] Jorge Carrera Andrade adalah seorang penulis puisi, sejarawan, pengarang, dan diplomat berkebangsaan Ekuador. la dilahirkan di Quito pada tanggal 18 September 1903. Ia banyak mempublikasikan puisi, prosa, tulisan-tulisan dan otobiografi yang di kemudian hari diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa, seperti Perancis, Inggris, Italia, dan Jerman. Bersama Jorge Luiz Borges, Pablo Neruda, Octavio Paz, dan Cesar Vallejo, mereka dikenal penyair terkenal dari Amerika Latin di abad XX. la wafat di Quito pada tanggal 7 November 1978.

[3] Emesto Cardenal Martinez adalah seorang imam Katolik, penyair, politisi dan teoleg pembebasan yang berperan penting dalam Revolusi Nikaragua. Ia dilahirkan di Granada, Nikaragua, pada tanggal 20 Januari 1925. Ia sempatkan untuk masuk biara Trappis di Getshemani (Kentucky, USA) tetapi pada tahun 1959 ia pergi ke Cuernavaca Trappis Meksiko untuk belajar teologi. Sesudah ditahbiskan menjadi imam, ia pergi ke Solentiname dan di sana ia mendirikan sebuah komunitas Kristen yang akhirnya menjadi koikes seniman. Salah satu karyanya yang paling dikenal berupa buku berjudul “Evangelio de Solentiname”. Pada tahun 2005, ia sempat dicalonkan sebagai penerima Nobel Sastra.

[4] Jorge Mateus de Lima dilahirkan di Uniao dos Palmeras, Brazil, pada tanggal 23 April 1893. Ia adalah seorang politisi, fisikawan, penyair, novelis penulis biografi dan esai, penerjemah, dan pelukis buku pertama yang dipublikasikannya pada tahun 1914 berjudul “Alexandrians XIV”. Kemudian sepanjang tahun 1918 hingga tahun 1922, ia mempublikasikan 10 buku lagi termasuk lima buah buku kumpulan puisinya. Di tahun 1952, ia kembali menerbitkan buku yang membuat namanya kian tersohor, yakni sebuah buku epik berjudul “Invention of Orpheus”. Ia wafat di Rio de Janeiro, pada tanggal 15 November 1953.

[5] Aturan hidup membiara (Latin).

[6] Santo Albertus dari Yerusalem (Albertus Avogadro) dilahirkan pada tahun 1149 di Gualtieri, Italia. Ia adalah seorang imam dari Canon Regular of Holy cross di Mortara. Semasa hidupnya, ia sempat menjadi uskup Bobbio dan Verceli. Pada tahun 1205, ia diangkat sebagai Patriark Yerusalem oleh Plan lnnosensius III. Sebagai Patriark, ia amat membantu perkembangan Ordo Karmel dan salah satunya dibuktikan dengan kesediaannya untuk menuliskan suatu aturan hidup (regula) bagi para Karmelit. Aturan hidup itu dikenal dengan sebutan “Regula St. Albertus”. Ia meninggal di Akko (Acre), Palestina, pada tanggal 14 September 1214.

[7] Pembedaan roh (Inggris).

[8] Emmanuel Levinas adalah seorang filsuf Perancis kontemporer yang dilahirkan pada tanggal 12 Januari 1906 di Kaunas (Kovno), Lithuania. Filsafat Levinas merupakan perpaduan unik antara agama Yahudi, tradisi Filsafat Barat, dan pendekatan fenomenologis. Filsafat yang dicetuskannya banyak mendapat pengaruh dari Husserl, Heidegger, dan Dostoyevsky. Banyak pemikir berpendapat bahwa Levinas adalah seorang filsuf etika dengan sebutan Etika Tak Berhingga. Dua karya besarnya, yakni: “Totality and Infinity” dan “Otherwise Than Being on Beyond Essence”. Ia wafat pada tanggal 25 Desember 1995.

 

Bagikan Postingan

Subscribe
Notify of
1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] Nahkoda, Mozart dalam Mimpi Karl Barth, merupakan wawancara imajiner Innocentius Karwayu, O.Carm dengan Thomas Louis Merton. Di dalamnya […]

Kalender Postingan

Sabtu, Juli 27th