Sepanjang pesisir pantai, warga tidak melihat laut hanya sebagai bagian dari halaman belakang rumahnya. Hamparan papara rakitan bambu bulat utuh yang berdiri kokoh menopang ribuan ton hasil tangkapan setelah membentang layar dari laut seberang terlihat begitu indah. Kala lautan bersahabat, ikan berbaris tak beraturan di atas papara beralaskan jala hitam yang warnanya mulai memudar karena termakan terik. Hari itu, sadar atau tidak, dari jendela belakang rumah terlihat hasil laut yang mengalami proses pengeringan atau pengawetan dengan mengandalkan garam dan terik matahari. Laut memang merupakan sumber kehidupan.
***
Resep Tetangga diawali dari amatan-amatan kecil dari dapur beberapa orang di pesisir Labuan Bajo. Di sana terlihat bagaimana warga memperlakukan dapur serta bahan makanan yang hidup dan tumbuh di halaman depan dan belakang sekitar tempat tinggal mereka. Saya datang dan duduk di rumah-rumah warga serta kedai gorengan milik ibu-ibu yang dituakan di lingkungan itu. Saya membuka obrolan kecil yang santai tentang bagaimana pengaruh rumpun keluarga yang beragam terhadap identitas makanan di wilayah pesisir di mana berbagai budaya melebur.
Saya melihat dan mengikuti bagaimana warga memiliki kecenderungan yang beragam dalam memperlakukan bahan makanan mereka dengan siasat dan alasan tertentu. Sebagai contoh, warga cenderung memasak hidangan dengan nama yang sama, tetapi melalui proses dan perlakuan berbeda pada bahan-bahan makanannya. Ternyata, keberagaman itu tidak didominasi oleh ras tertentu. Tidak hanya melalui duduk dan bercerita, saya juga ikut memasak, makan bersama, hingga melihat makanan yang hampir setiap pagi dihidangkan dalam tudung saji di atas meja makan rumah warga. Hidangan itu memiliki beragam resep dan proses memasak yang berbeda-beda pula. Contohnya, bagaimana orang Bajo memasak ikan kuah asam.
Orang Bajo memiliki kecenderungan memasak ikan kuah asam dengan jenis ikan bersisik tebal yang telah dibersihkan menggunakan perahan air asam, kunyit sebagai pewarna dan penghilang amis ikan, serta tumisan bawang merah dan bawang putih yang juga dipercaya menambah aroma hidangan. Ini adalah proses memasak yang cenderung sederhana. Ikan yang telah dibersihkan kemudian direndam dan dimarinasi dengan menggunakan perahan air asam, kunyit bubuk, dan garam. Setelah proses marinasi berlangsung, irisan bawang ditumis hingga aromanya yang menandakan kematangan tercium. Kemudian, ikan yang telah direndam beserta air asam dimasak hingga mendidih selama kurang lebih 5 menit.
Proses marinasi ikan adalah siasat untuk menghilangkan aroma amis pada ikan. Menu ini dimasak dengan proses yang sangat sederhana, dengan bahan seadanya agar bisa disimpan seharian. Setelah dimasak di pagi hari, ikan kuah asam bisa bertahan hingga pagi keesokan harinya. Rupanya, memasak ikan kuah asam juga menjadi alasan untuk tidak lagi memasak sayur, karena ikan yang dimasak memiliki kuah yang cukup melimpah untuk mengguyur nasi.
Orang Bima juga memiliki ciri khas tersendiri dalam memasak ikan kuah asam dengan menggunakan asam muda. Asam muda direbus, dipisahkan ampas dari kulit dan bijinya, kemudian disisihkan. Lalu, asam dicampur pada potongan ikan yang telah dibaluri kunyit dan garam serta irisan bawang merah. Ikan dimasak dengan api kecil hingga matang. Rasa kuah asam ini begitu segar karena hanya melalui proses merebus tanpa tumisan.
Sementara itu, orang Bugis punya cara lain lagi dalam mengolah ikan kuah asam. Ikan yang telah dibersihkan kemudian dibaluri kunyit, garam, gula, geprekan sereh, irisan tomat dan cabe rawit serta ditambah perahan air asam yang sedikit cair, lalu direbus hingga matang. Kemudian, irisan bawang merah dan bawang putih yang telah ditumis sebelumya dimasukkan ke dalam rebusan ikan kuah asam. Proses memasak ini amat kaya rasa. Selain rasa asam dari perahan buah asam, rasa juga datang dari buah tomat. Aroma resep ini tidak hanya datang dari tumisan bawang, tapi juga didukung aroma geprekan sereh yang begitu kuat.
Dari sini terlihat bagaimana orang-orang di pesisir sekitar tempat saya tinggal memberi perlakuan yang berbeda pada bahan-bahan makanan yang kurang lebih sama. Hal ini terjadi karena pesisir yang menjadi halaman bagian dari halaman rumah mereka tidak hanya memberi merela ikan segar, tapi di sepanjang bibir pantai di pesisir Labuan Bajo juga tumbuh pepohonan asam dengan buah yang lebat.
Dahulu, di beberapa titik tumbuh hutan asam yang lebat. Hingga kini asam juga bernilai ekonomis di lingkungan mereka. Ketika buah asam matang, warga menunggu buah asam jatuh berguguran. Setelah itu, asam-asam yang dipungut warga melalui proses pengupasan kulit, penjemuran, dan pemisahan antara daging buah asam dan biji buah asam. Kemudian, asam-asam itu dibaluri garam untuk proses pengawetan selama berbulan-bulan, hingga dijual ke pasar. Saat ini, masih sangat mudah ditemui pohon-pohon asam hingga ada sebuah tempat atau kampung yang dinamai kampung Cempa, berasal dari penyebutan nama lokal asam yaitu cempa. Tempat itu dahulu merupakan hutan asam.
Banyak hal yang jadi alasan saya dan kawan-kawan di kolektif Videoge mulai bergerak untuk menelusuri dan merekam kampung di pesisir Labuan Bajo. Ada banyak pertanyaan mengenai apa identitas kuliner kami saat ini, juga banyak pertanyaan mengenai kekhasan makanan kami di pesisir Labuan Bajo yang didominasi suku Bajo, Bugis, dan Bima.
Pesisir Labuan Bajo adalah tempat yang paling dekat dengan kami saat ini. Kami mulai mendata dan meriset hal-hal kecil tentang makanan karena ketidaktersediaan arsip berupa dokumentasi, kumpulan resep, dan cerita di balik menu makanan itu sendiri. Ini juga bisa dibilang merupakan cara kami menemukan jawaban mengenai keberagaman yang menjadi identitas kami.
Kami bergerak dan bekerja secara kolektif untuk mendata sejumlah makanan di bulan Ramadhan, April 2022 lalu. Pada tahap awal, saya menyelesaikan kerja yang sudah sempat dikerjakan, yaitu mengumpulkan sekitar 20 draft resep makanan pesisir di bulan Oktober 2021 lalu. Saya melengkapinya kembali di bulan April 2022 hingga mencapai sekitar 64 draft menu yang telah melalui proses kurasi.
Resep warga ini menghasilkan sebuah buku Resep Tetangga yang dikerjakan secara “keroyokan” bersama di kolektif Videoge. Prosesnya mulai dari mewawancarai beberapa pedagang jajanan di bulan Ramadhan, mengunjungi rumah warga yang aktif memproduksi kue dan kudapan setiap hari, hingga membeli beberapa produk rumahan mereka guna melengkapi foto makanan kebutuhan pembuatan buku.
Ada juga beberapa kendala dalam berproses bersama. Kadang-kadang, kami bekerja melewati tenggat waktu yang ditentukan. Hal itu dikarenakan kami harus membagi waktu kerja kami di luar urusan komunitas, misalnya membagi waktu luang secara individu. Ada juga problem lapangan, mulai dari beberapa narasumber yang tidak bersedia diwawancarai dan didokumentasikan. Maka, kami kemudian perlu melakukan pendekatan-pendekatan secara khusus. Selain itu, ada juga beberapa makanan yang hanya dibuat di hari raya saja, seperti buras sangere, sokko, dan songkol. Ada juga beberapa makanan laut yang tidak bisa dikonsumsi lagi karena alasan konservasi.
Draft kumpulan resep masakan warga pesisir Labuan Bajo dibagi menjadi tiga kategori: rasa di hari raya, aroma dapur tetangga, dan warna jajanan pasar. Pembagian menu ini menjadi pertimbangan bahwa ada beberapa makanan warga pesisir yang hanya akan diproduksi di momentum hari raya, kemudian beberapa menu yang hanya bisa kita temui dan dimasak warga, tetapi tidak diperjualbelikan, hingga warna jajanan pasar yang begitu sering kita jumpai di lapak kuliner Kampung Air dan Kampung Ujung.
Draft buku dan foto isi selesai dikerjakan secara kolektif, kemudian melalui proses penyuntingan yang dikerjakan oleh Eka Putra Nggalu pada akhir bulan Juli 2022 dan pengeditan tata letak dan sampul yang dikerjakan oleh Aden Firman. Resep Tetangga dicetak pada pekan kedua di bulan Agustus dan resmi dirilis di akhir bulan Agustus melalui perayaan peluncuran buku di tanggal 28 Agustus 2022. Tidak hanya rangkaian peluncuran buku, ada juga pameran mini bazar UMKM, penampilan teman-teman pemusik, stand up comedy, juga peluncuran program kuliner yaitu Dapur Pecah.
Program ini mengusung konsep inovasi yang berangkat dari buku resep yang kami miliki, serta bahan makanan yang ada di sekitar tempat kami tinggal dan yang sangat mengikuti perkembangan kuliner saat ini dengan melakukan beberapa inovasi pada berbagai elemen tersebut. Kami tidak hanya mengkampanyekan makan buah, sayur, dan ikan, melainkan kami juga merespon lingkungan sekitar kami, seperti bagaimana tumbuhan yang hidup di sekitar tempat kami dapat menjadi produk yang berkualitas dengan narasi-narasi yang ada di balik bahan-bahan dan makanan dengan tidak meninggalkan cita rasa dan identitas makanan tersebut.
Di pesisir Labuan Bajo, melalui produk inovasi, kami menawarkan solusi untuk menjawab isu pangan dan hasil laut. Dari amatan sebagai warga, tampaknya tidak ada hasil pangan yang begitu berlimpah jika bicara soal hasil laut. Harga ikan pun cenderung di atas enam puluh ribuan per kilogram. Harga tersebut juga sama meskipun musim ikan melimpah. Ini juga menjadi tantangan sendiri untuk kami yang berbicara persoalan pangan dan hasil laut.
Melalui produk inovasi, kami hendak menawarkan solusi bagi warga pesisir yang menggemari salah satu hidangan yang ditulis dalam buku Resep Tetangga, misalnya, lawar jantung pisang, hidangan yang berbahan dasar buah jantung pisang yang telah direbus kemudian diiris halus, dengan campuran daging ikan bakar segar, kelapa tumbuk yang disangrai, serta beberapa kondimen pelengkap seperti, bawang merah, cabe rawit, jeruk purut dan kemangi yang semuanya diiris halus.
Hidangan ini biasanya dijadikan sayur sekaligus lauk yang disantap dengan nasi hangat. Hidangan ini amat sering dihidangkan ketika hasil tangkapan ikan berkurang, di saat musim penghujan serta angin dan bulan terang. Inovasi menu lawar jantung pisang dikombinasikan dengan ikan asin yang harganya murah dapat mengganti fungsi ikan basah dengan beberapa pertimbangan. Hal-hal kecil ini mendapat respon yang sangat baik dari warga yang sempat mengikuti workshop memasak pada 28 Agustus lalu. Hasil kreasi menu ini memberikan banyak rasa baru, misalnya pada resep lawar jantung pisang yang diinovasi.
Di kolektif Videoge, kami menekuni kerja-kerja kreatif warga muda di pesisir Labuan Bajo. Kami sebagai warga merekam kampung halaman, mendokumentasikan pangan dan pengetahuan tentang makanan, dan mengupayakan arsipnya. Kami berharap hal ini kemudian dapat membantu warga tidak saja melihat potensi pengembangan pangan dan hasil laut, tetapi juga mulai memikirkan upaya inovasi terhadap hal-hal tersebut untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan kerusakan ekosistem laut.